Anak itu diam, menatap kami sambil sesekali tersenyum. Sore
itu kami sedang mencabut rumput halaman. Aku, kakakku, mamaku, dan paman-ku
(kami memanggilnya sesuai dengan bahasa melayu, wak yong). Kami asyik bercerita
sampai tidak mengetahui keadaan sekitar, dan tiba-tiba anak itu masuk dan
membantu kami mencabuti rumput. Dia, mencabut rumput dengan berbagai gaya, yang
sebenarnya tidak terlalu membantu. Tapi cukup lucu melihat caranya mencabut
rumput itu.
Aku baru tahu, dia adalah anak tetanggaku. Aku memang kurang
akrab dengan para tetanggaku. Baru kuketahui juga, dia merupakan anak angkat
dari pembantuku. Ayah dan ibunya meninggalkan dia sejak kecil. Anak dengan umur
kira-kira 4 tahun. Dia anak yang sangat sering berdiam diri di depan pagar
rumah kami, setiap kali ayah pulang dengan mobil, dia selalu berlari dari
rumahnya. Dia melihat ayah memarkir
mobilnya sampai ke garasi.
“makan bakso aahhh..” tiba-tiba anak itu bangkit. Tapi dia
diam. Dia terus tersenyum.
“oh iya? Mau makan bakso? Yaudah.dek ambilkan dulu uang 1000
di kamar mama.kasikan sama dia.” Kata mamaku kepadaku,
“iya ma” aku pun masuk ke dalam rumahku, mengambil Rp.1000
rupiah, dan kemudian keluar dan memberikan kepadanya.
“yeeeee…!!” katanya, kali ini tertawa.dia langsung lari
keluar dari celah pagar rumahku. Dia kelihatan bahagia sekali dengan uang
Rp.1000 rupiah itu.ya ampun, aku selama ini selalu meremehkan uang itu. Aku
nggak menganggap uang itu terlalu berharga. Tapi anak itu-sangat berbeda. Dia
tersenyum senang, berlari-lari menuju tukang bakso yang ada di depan rumahku,
dan membelinya. Dia makan dengan lahap. Itu pemandangan yang membuat
tenggorokanku tercekat. Anak itu.. aku gak tau lagi harus berkata apa.
Selesai makan, dia kembali memasuki pagar rumahku lewat
celah-celahnya.dia duduk di pinggir taman kami, melihat kami dengan seksama.
“satu..dua..tiga..empat..lima.. enam..tujuh..lapan..
Sembilan.ehh kok Cuma Sembilan??” katanya sambil tertawa. Dia menghitung
jarinya kembali “satu..dua…tiga..empat..lima…enam..tujuh..lapan.betol kan kak?”
katanya. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu
“10 jarinya. Coba itung bener-bener lagi” kataku
“satu..dua..tiga..empat..lima..enam..tujuh..lapan..sembilan..sepuluh…sebelas..dua
belas..enam be..”
“ehh kok enam belas? Tiga belas!” kata mamaku tiba-tiba
“eh iya bu? Salah ya buk hehehee”
“namanya siapa?” kata wak yong,
“hehehehehehehhe” dia tertawa lagi
“ehh namanya siapa??” kata kakakku
“risky kak..hehehehhe”
“nggak. kata si epa bukan itu namamu. Siapa namamu? Ada si
epa bilang tapi ibu lupa”
“hehehe…adriaaan”
“oooh adriaan” kataku dan kakakku bersamaan.
Setelah itu, wak yong memutuskan untuk mencuci kereta.
Adrian, masih mencabuti rumput kami dengan berbagai gaya. Walaupun tidak cukup membantu tapi cukup
menghibur di tengah kesibukanku hari ini.
“dek belikkan dulu sapu ya. Uangnya punya adek dulu.”
Aku pun memasuki rumahku, Adrian mengikuti. Jujur, aku agak
khawatir saat itu. Takut dia merusak barang. Tapi dia hanya melihat, dan sekali
lagi, sambil tersenyum.hatiku terenyuh kembali.ya.. hidup anak ini berat, tapi
dia belum menyadari itu. Aku cukup bangga dengan Adrian.dia cukup sopan, selalu
tersenyum dan mudah akrab.
“itu dia mobilnya! Mobil hitam. Mobil merahnya kemana kak?”
“di bawa uwak kerja”
“ohh hehehehe” katanya masih dengan tawaan.
Aku keluar dari rumah, membeli sapu lidi dan menyerahkannya
ke mama. Setelah itu aku duduk di depan teras rumahku, memakan beberapa
gorengan yang kami beli. Aku lihat lagi Adrian. Kali ini dia sedang membantu
wak-yong mencuci keretanya. Dia terlihat sangat bersemangat. Memutar-mutar ban
kereta wak yong.
“dengarkan aku…” tiba-tiba mama menyanyikan lagu
peterpan-separuh aku
“DENGARKAN AKUUUUU…” Adrian mengulangi nyanyian mama, tapi
dengan suara lebih keras. Kami tertawa tebahak-bahak melihat itu. Anak ini
memang sungguh lucu, pikirku. Mama dikalahkan oleh anak kecil. Dan belum cukup
itu saja, tiba-tiba dia menyeletuk “WAK YON…WAK YOON…” ntah apa yang
dibicarakannya dengan wak yong. Yang pasti kami tertawa keras setelah itu. Lucu
sekali melihat dia begitu.
Masih ada banyak kelucuan yang dibuat anak itu, tapi bukan
saja kelucuan.aku juga mendapat banyak hikmah dan pelajaran berharga dari
sebuah cerita kecil ini. Anak itu mengajariku untuk lebih menghargai hidup. anak
itu juga mengajariku untuk bekerja keras. Sekarang aku bakal berusaha untuk
jadi orang yang lebih baik lagi. J
Salam buat Adrian :)
BalasHapusiya kata adriannya waalaikum salam :D
HapusSalam buat Bang Riki :3
BalasHapusiya waalaikum salam :P
Hapus